Feeds:
Pos
Komentar

Momen agustusan bagi si Parmin merupakan berkah tersendiri, karena pada bulan itu tiang bendera dari bambu miliknya selalu habis terjual. Pagi ini tidak seperti biasanya si Parmin merasa malas untuk keliling menjajakan dagangannya.
Istrinya pun bertanya “Kenapa to pak.. kok kelihatan malas berjualan hari ini?”.
“Aku hari ini gak enak badan bu…”.Jawab si Parmin.
“Halah bapak ini..trus besok kita makan apa kalo bapak nggak kerja”.Bantah si istri.
“Sebenarnya aku lagi ingat sama anak kita si Parto bu.., sudah 30 tahun gak ada kabarnya”.Parmin mulai bercerita,”Kemaren ada bapak dan anak yang memborong daganganku, dan sekilas wajah anaknya hampir mirip dengan anak kita dulu bu..”
“Andai dia masih ada ya pak, bapak gak perlu kerja sekeras ini”.Istrinya mulai berkeluh kesah.

Parmin jadi teringat masa mudanya dulu saat masih ikut berjuang merebut kemerdekaan, dengan berani dan pantang menyerah melawan tentara Belanda. Meneriakkan pekik kemerdekaan setiap bertemu dengan pribumi. Setelah kemerdekaan banyak teman seperjuangannya yang direkrut masuk tentara nasional, tapi Parmin sendiri entah kenapa tidak masuk dalam perekrutan itu. Hingga umur setua ini masih saja hidupnya serba kesusahan, dan karena alasan itu dia meninggalkan anaknya, satu-satunya anak yang dia punya. Tidak satu pun orang yang tahu, begitu juga istrinya tentang keberadaan anaknya. Pada semua orang dia hanya mengatakan anaknya tertembak saat ada agresi militer.
“Andai saja aku bisa masuk militer, tentu tidak begini hidupku”, batin si Parmin.

“Aku hanya ingin anakku hidupnya layak, bukan tanpa alasan aku menitipkannya pada orang itu, maafkan aku istriku” batin Parmin setiap kali dia ingat anaknya. Nyonyah Belanda yang dulu minta ampun padanya agar tidak ditembak, dan kepada nyonyah itu dia menitipkan anaknya sewaktu si nyonyah mau kembali ke negara asalnya.

Di tempat lain, di Filipina selatan seorang komandan pasukan gerilya berhasil meledakkan rombongan militer bersama anak buahnya. Di wilayah Indonesia timur beberapa anak buahnya juga berhasil meledakkan beberapa tempat vital dalam rangka memecah belah umat. Sang komandan masih berambisi untuk merebut sebagian wilayah Indonesia timur, dan dengan itu dia bisa membanggakan kepada mendiang ibunya di Belanda. Dan perasaan terbuang, terusir dari negara asalnya Indonesia masih menyelimutinya sampai sekarang.
“Semua ini hanya bagian kecil dari rencana besarku, kemerdekaan dan kebebasan bagi rakyatku, kamu lihat ayah, kamu tidak akan menyesal melihat anakmu, aku juga bisa menjadi seorang tentara, cita-cita ayah yang belum tercapai, dan aku melakukan dengan caraku sendiri ” gumam sang komandan.

Romantisme mendiang ibunya yang Belanda menginginkan kembali merebut Indonesia Timur, serta cita-cita ayahnya yang ingin menjadi tentara membuat sang komandan menjadi jiwa pemberontak, dan dalam perjuangannya bayangan ibu kandungnya saat masih kecil selalu menghantuinya. Kelembutan dan cinta kasih serta kecintaan tanah air yang selalu ditanamkan ibu kandung sering berkecamuk dalam pikirannya, seperti sebuah slide, silih berganti antara dendam dan cinta tanah air. Dan dalam kegalauannya seringkali sang komandan tanpa alasan yang jelas membebaskan beberapa tawanan, yang membuat anak buahnya menjadi bingung dengan strategi komandannya.

Malam ini kembali mimpi yang sama menghantuinya, dalam terang seolah-olah ibu kandungnya mengajaknya menyanyi tembang Jawa, menari, dan merengkuhnya dalam pelukan. Kebiasaan waktu kecil yang sering dilakukan sang ibu saat bermain bersamanya. Tanpa sadar air mata meleleh di pipi, dan membuatnya terbangun. “Jangan…jangan berhenti dulu, aku ingin meneruskan mimpi ini, oohhh..” pikirnya. Seperti tidak mau tersadar dari mimpinya, dia terus membayangkan pelukan sang ibu, belaian kasih sayang, dan tembang Jawa yang selalu didengarnya.

Dalam 6 bulan terakhir sang komandan telah berubah total, dia menginstruksikan beberapa anak buahnya tentang keberadaan orang tuanya di Jawa tanpa menjelaskan kepada anak buahnya, dan tanpa sepengetahuan komandan lain, beberapa strategi perjuangan telah dirubahnya. Dan dalam keyakinannya yang sekarang perjuangannya adalah karena masa lalunya, bukan karena keyakinannya akan sebuah kemerdekaan rakyat, keyakinan akan pembentukan sebuah negara yang selama ini dimilikinya hanyalah sebuah romantisme masa lalu. Beberapa tawanan menjadi sering dia bebaskan, dan di satu sisi beberapa tentara pemerintah sudah menguasai kembali wilayahnya.

Dalam 6 bulan pencariannya pada orang tuanya tidaklah sia-sia. Anak buahnya sudah menemukan keberadaan mereka, yang kemudian diceritakan tentang kondisi mereka di Jawa. Setelah mendengar keterangan tersebut, dia tertunduk lesu, dan kembali meneteskan air mata.
“Ternyata apa yang ayah lakukan dulu adalah untuk kebaikanku, dan sekarang apa yang telah aku lakukan pasti membuatnya kecewa, dan hidup mereka tidak berbeda jauh dengan waktu dulu, maafkan aku ayah..ibu, aku akan menebusnya segera..”, pikir sang komandan.

Beberapa rencana sudah disusunnya, peta wilayah dan kekuatan pasukan, jaringan pendukung perjuangan dalam bentuk catatan sudah dia bawa untuk diserahkan kepada tentara pemerintah, dan rencana yang terpenting adalah dia ingin segera kembali ke orang tuanya dan hidup bersama mereka di Jawa, dia ingin membahagiakan mereka karena telah menyia-nyiakan selama ini. Dalam gelap malam itu kembali dia menginstruksikan kepada bawahannya untuk membebaskan seluruh tawanan yang ada dan dia berencana menyerahkan dokumen jaringannya kepada tentara pemerintah. Dan tidak ada anak buah serta komandan wilayah lain yang tahu akan rencananya, menjelang pagi dia berangkat.

Setelah melewati perbatasan dan tinggal 100 meter lagi dia sudah sampai di rumah seorang mata-matanya yang dia susupkan di pemerintahan, jarak yang hanya tinggal 100 meter terasa jauh. Kembali dia membayangkan belaian tangan ibunya di rambutnya, dengan penuh kasih sayang ibunya menyeka keringatnya setelah pulang dari pematang.
“Bocah bagus..bocah bagus..ayo makan dulu..” ajak ibunya setelah pulang dari pematang. Dengan iringan lirih tembang Jawa ibunya selalu membuatnya tertidur di pangkuan ibunya atau di bale bambu depan rumah.
“Kalo sudah besar kamu mau jadi apa tole?” tanya ibunya.
“Aku ingin jadi tentara bu..” jawabnya.
Ibunya tersenyum dan kembali menyanyikan tembang Jawa,”Lir Iliiir..Lir iliiirr…..”.
“Dor…dor..dor..” Tiba-tiba tiga buah tembakan mengarah sang komandan, dan membuatnya terjatuh, dokumen yang dia bawa terbang berhamburan, darah mengalir keluar dari tubuhnya dan dia masih mendengar ibunya menyanyikan tembang itu, “Lir Iliiir..Lir iliiirr…..”, Kemudian dia mengikutinya,”Lir Iliiir..Lir iliiirr…..”, dan sang komandan pun tertidur…..

Pagi yang sempurna

Sebagian orang pasti punya waktu yang berkesan dalam hidupnya dan ini beberapa kejadian yang menyenangkan bagi saya di waktu pagi hari :

  • Suara ayam tetangga sebelah rumah yang membangunkanku, bukan suara alarm dari handphone yang cukup berisik.
  • Saya bangun pagi dengan posisi badan masih seperti pada saat saya mau tidur, karena hal ini memastikan bahwa tidur saya cukup nyenyak dengan tidak bertingkah macam-macam waktu tidur.
  • Morning sickness yang satu ini tidak terjadi (bersin,hidung mampet).
  • Handphone di meja saya dalam keadaan sudah di charge, karena sering dalam keadaan ngantuk berat malam harinya sampai gak sempet di charge, so seharian itu pasti bingung sekali karena gak bisa bertelpon ria.
  • Kepala saya tidak “kejeduk” pintu , karena lampu kamar yang biasa tak matiin dan berjalan ke kamar mandi dalam keadaan masih ngantuk berat.
  • Masih bisa mengingat-ingat mimpi yang semalam, karena selama ini sering lupa apa yang barusan diimpikan waktu tidur.
  • Celana dalam keadaan basahkuyup kering jadi tidak perlu repot-repot keramas (*biasa lah pria dewasa kalau mimpi gituan*)
  • Habis sholat bisa jalan-jalan di sekitar rumah sambil olahraga ringan siapa tahu bisa jadi atlet nasional(*kali aja*)
  • Nasi pecel plus telor dadar, secangkir kopi, rokok sudah tersedia di meja makan sambil melihat berita di TV.
  • Perut bisa kompromi, jadi gak perlu dikeluarkan lagi habis makan
  • Tidak ada lagi berita pagi tentang seorang praja yang terbunuh di kampus IPDN oleh senior-seniornya,jadi kalo IPDN dibubarkan maka tidak akan terulang lagi pembunuhan di kampus itu dan pagi hari saya jadi pagi yang sempurna.

Hari itu merupakan pertama kali saya mengikuti semacam pencerahan yang diberikan oleh bapak Effendi Ghozali tentang ilmu komunikasi beserta implementasinya di kehidupan kita sehari-hari. Acara tersebuat berlangsung di sela-sela Rapat Pimpinan PT.PLN Dist.Jatim yang memang sengaja mengundang beliau untuk sharing ilmu komunikasi bagi pimpinan PLN.

Silahkan baca sepuasnya……..

Dunia teknologi informasi di Indonesia saat ini sudah mencapai kemajuan yang lumayan pesat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, akan tetapi pertumbuhan teknologi ini tidak didukung dengan penurunan berbagai fasilitas dan perangkat teknologi informasi itu sendiri, salah satu komponen yang dianggap masih mahal dan langka adalah ketersediaan bandwith.

Padahal dari data statistik diperlihatkan pengguna internet di Indonesia sudah mencapai kenaikan 20% tiap tahunnya, namun pemerintah maupun corporate tidak melihat ini sebagai suatu peluang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia menjadi masyarakat madani dalam pnguasaan teknologi informasi pada khususnya.

Silahkan baca kelanjutannya hanya disini….